Wednesday, March 21, 2012

SISTEM PEMBELAJARAN DI INDONESIA SAAT INI



Sistem pembelajaran di indonesia saat ini masih bertumpu pada sistem pembelajaran yang behaviouristik dengan ciri-ciri sebagai berikut:
  • Kegagalan atau ketidak-mampuan dalam menambah pengetahuan dikategorikan sebagai kesalahan yang harus dihukum
  • Keberhasilan atau kemampuan dikategorikan sebagai bentuk perilaku yang pantas dipuji atau diberi hadiah
  • Ketaatan kepada aturan dipandang sebagai penentu keberhasilan kontrol belajar dipegang oleh sistem di luar diri si-belajar
  • Tujuan pembelajaran menekankan pada penambahan pengetahuan
    ‘seseorang dikatakan telah belajar apabila mampu mengungkapkan kembali apa yang telah dipelajari’. (Lumansupra, 2008).
Sistem pembelajaran behaviouristik seperti ini hanya menekankan kepada bagaimana siswa mampu menerima materi yang di berikan oleh guru kepadanya tanpa ada pengmbangan. Jika siswa tidak dapat menambah pengetahuannya sesuai apa yang diharapkan guru, maka siswa tersebut dianggap gagal dan pantas mendapat hukuman. Sementara jika ada siswa yang mampu menambah pengetahuan sesuai dengan yang diharapkan oleh guru mereka, maka siswa ini dianggap telah menguasai materi dan akan mendapatkan hadiah atau penghargaan. Penghargaan ini biasanya berupa pujian, peringkat dalam kelas, dll.

Sistem pembelajaran yang demikian menyebabkan siswa tidak dapat menggali danatau mengembangkan potensi yang mereka miliki karena apa yang hendak dilakukan siswa selalu terbatasi. Padahal kita tahu bahwa setiap individu memiliki kemampuan dan kepemahaman serta potensi yang berbeda-beda. Tidak semua siswa mampu menerima dan memahami apa yang diterangkan guru saat itu juga. Hal ini di pengaruhi oleh latar belakang yang berbeda-beda diantara setiap anak. Bisa saja ketika seorang siswa lemah dalam matematika, dia memiliki potensi yang bagus di bidang olahraga dan lain sebagainya.

Uraian diatas juga menunjukkan bahwa orientasi pendidikan saat ini bukanlah aspek kualitasnya melainkan hanya sebatas kuantitas. Hal ini berimplikasi pada sistem pembelajaran yang dilakukan oleh guru. Kenyataan saat ini menunjukkan bahwa pada umumnya guru mengajar lebih berorientasi pada materi yang mendukung keberhasilan siswa dalam ujian. Hal ini berakibat pada penanaman konsep yang terabaikan dan cenderung memperbanyak latihan soal. Guru lebih cenderung mementingkan bagaimana siswanya dapat lulus UN bukan bagaimana siswanya dapat menguasai teori. Menurut Franky L (2012) kebanyakan guru akan senang dan bangga bila anak didiknya kemudian menjadi orang, mendapat kedudukan tinggi, menjadi profesor, dan lebih pintar dari dirinya. Sementara itu pada kenyataannya, yang di butuhkan bukan hanya sekedar itu melainkan kemampuan dari setiap individu agar mampu bersaing dengan dunia internasional terutama dalam bidang pendidikan.

Selain itu, sistem pembelajaran saat ini terpusat dan fokus kepada pengembangan siswanya saja tanpa diikuti dengan pengembangan dan peningkaran kualitas pengajarnya. Peningkatan status sekolah dari negeri menjadi SBI misalnya, tidak akan berdampak atau berarti apa-apa. Status yang demikian kebanyakan hanya sebagai lebel saja sebab out put yang dihasilkan hampir sama dengan sekolah yang biasa. Kondisi seperti ini sangat merugikan siswa, sebab mereka masuk ke sekolah dengan status yang berstandar Internasional tetapi proses pembelajarannya sama saja dengan sekolah yang stansdar nasional.

Disamping itu, adanya kemerosotan moral dari pendidiknya sendiri. Dikatakan demikian karena pada setiap tahun kasus ini selalu terjadi dan tidak hanya sekedar kasus tetapi telah merambah menjadi sebuah fenomena yang oleh sebagian orang adalah wajar. Hal yang dimaksud di sini adalah budaya guru yang selalu menjejali siswanya dengan kemudahan-kemudahan yang mengarah pada pembelajaran sebagai seorang calon koruptor. Setiap kali Ujian Akhir Sekolah (UAS) dan Ujian Nasional (UN) hampir disetiap sekolah para guru membantu pelajar/siswa dengan memberikan kunci jawaban kepada mereka. Sekarang ini bukan lagi para pelajar/siswa yang takut tidak lulus, melainkan sekolahnya yang ketakutan jika persentase kelulusan disekolahnya kecil.

Bahkan ada pula guru yang tidak segan-segan meminta siswanya yang dirasa memiliki keunggulan akademik dibanding teman yang lain untuk memberi contekan kepada temannya yang dirasa kurang mampu. Dalam hal ini guru tekesan tidak percaya kepada kemampuan siswanya. Hal ini justru akan berakibat kepada perkembangan anak yaitu siswa menjadi ketergantungan dan tidak mau berusaha untuk meraih apa yang dia cita-citakan. Siswa menjadi terbiasa dengan kemudahan-kemudahan yang pada akhirnya akan membuat anak menjadi tidak berkembang karena guru tidak pernah memberi kesempatan kepada siswanya untuk mengembangkan diri. Orientasi meraka hanya kepada kuantitas saja tanpa memperhatikan kualitas. Jadi tak heran jika bangsa ini selalu ketinggalan dengan dan tidak dapat bersaing terutama dalam hal pendidikan.

Kondisi ini sangat miris sekali, mengingat telah digembor-gemborkannya negara anti korupsi tetapi pada kenyataannya justru sistem pendidikannya mengajarkan anak didiknya untuk menjadi seorang koruptor. Jika bangsa ini menginginkan perbaikan negara maka yang harus dibenahi terlebih dahulu adalah sistem pendidikannya terutama pendidikan dasarnya. Sebab dari sinilah akan lahir berbagai pakar-pakar ahli yang akan berperan sebagai pilar-pilar pembangunan. Pilar-pilar pembangunan ini akan tetap kuat apabila berdiri di atas pondasi yang kuat yaitu pendidikan dasar yang benar.

Ibarat sebuah bangunan apabila pondasinya kuat maka bangunan itu akan sulit digoyahkan. Akan tetapi, jika pondasinya mudah keropos maka bangunan itu akan mudah roboh. Dalam hal ini, jika siswa menerima pendidikan yang benar dan selaras dengan nilai-nilai moral, norma dan peraturan yang ada, niscaya pembangunan di negara ini akan berjalan lancar.

Refernsi:

Lumansupra. 2008. Sistem Pembelajaran dari Behaviouristik ke Konstruktivistik. http://lumansupra.wordpress.com/2008/07/07/sistem-pembelajaran-dari-behaviouristik-ke-konstruktivistik/ di unduh pada tanggal 20 Maret 2012 pukul 15.30 WIB

L, Franky. 2012. Pembelajaran Berpusat pada Pembelajar. Jurnal online http://www.karyatulisilmiah.com/pembelajaran-berpusat-pada-pembelajar.html di unduh pada tanggal 20 Maret 2012 pukul 15.45 WIB

0 comments:

Post a Comment